Game Change: IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis - IMedia9 - Creative Networks

Breaking

Thursday 17 May 2018

Game Change: IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis



Tulisan dibuat oleh Arum Kusumaningtyas dan dipublish pertama kali sebagai note di beranda Facebooknya. Arum sendiri merupakan Chief Strategy Officer di Index Politica sekaligus General Secretary di Swadaya Petani Indonesia. Dia pernah bekerja sebagai Political and Communications Analyst di Sekretariat Wakil Presiden RI dan Political and Home Affairs Analyst di Istana Presiden Republik Indonesia.

 Tulisan-tulisannya selalu mengajak para pembaca untuk berpikir secara mendalam dengan menggunakan logika dan nalar terhadap fenomena yang terjadi saat ini, khususnya yang berkaitan dengan politik dan kebijakan pemerintah. Kemampuannya dalam melakukan analisis, menjadikan tulisan-tulisannya sarat dengan informasi penting yang terkadang tersirat dari sumber asli atau permukaan dari sebuah fenomena.

  Internet of Thing (IoT), Ekonomi Digital dan Aeropolis

 Kenapa Malaysia akhirnya dipilih Alibaba sebagai pusat distribusi di Indonesia? Kenapa langkah pemerintah Indonesia yang sudah mengangkat Jack Ma sebagai penasehat ekonomi digital tetap tidak terasa gaungnya dan bahkan kini justru Malaysia yang dipilih ?

 Langkah pemerintah Indonesia pun baru diikuti oleh PM Najib Razak dengan mengangkat Jack Ma sebagai penasehat ekonomi digitalnya, hanya sebagai formalisasi mesranya hubungan Malaysia - China kini. Yep, kita harus akui negara jiran ini 10 langkah lebih kompetitif dibanding Indonesia dalam menyongsong era ekonomi digital dewasa ini.

Pemerintah Malaysia segera mentransformasi KLIA yang sebelumnya bandara penerbangan kelas ekonomi& budget flight menjadi kawasan Aeropolis. Sebuah kawasan industri terpadu berbasis airport sebagai penggeraknya. Ya, Pemerintah Malaysia sigap menyediakan rumah & lingkungan bagi pelaku ekonomi digital.

 Jika perkembangan ekonomi digital direspon oleh Pemerintah Indonesia dengan langkah-langkah program sejuta domain UMKM, UMKM naik kelas, pendampingan UMKM, desa smart...yang intinya HANYA pengembangan market place tanpa memikirkan kanal dan rumah jenis ekonomi baru ini, ya sama saja pemerintah Indonesia hanya memindahkan masalah saja ke 'pasar' digital. Dan akan semakin tertinggal dari negara jiran. Kenapa? Karena Pemerintah Indonesia tidak menyentuh akar permasalahan sebenarnya.

Kunci dari ekonomi digital sudah bukan lagi pada titik produksi, tetapi sistem logistiknya. Dengan kata lain, sebagus apapun kualitas produk yang kita ciptakan, tetapi jika sistem distribusi & logistik kita tidak kompetitif, ya tetap saja kita kalah pasar.

Ini kita baru membahas satu point dari segi market oriented ya. Fakta, silahkan lihat di Alibaba, produk-produk High Value Agriculture (HVA) nya. Indonesia menjadi juara 'country of origin' tetapi kini kita tengok penjualnya, miris...tidak sampai 10% berasal dari Indonesia. Bahkan trader dari Indonesia pun ada di list bawah karena harganya tidak kompetitif. Khusus untuk HVA ( essential oil khususnya), dikuasai oleh China, India dan Malaysia.

Kenapa lagi-lagi Malaysia muncul? Bahkan mampu menjadi trader essential oil berbasis bunga yang tempat produksinya pun di Eropa. Karena AEROPOLIS KLIA, rumah besar ekosistem ekonomi
digital di era IoT.

  IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis

 Ya, Pemerintah Malaysia berpikir sangat strategis dengan menerapkan roadmap jalan pertumbuhan ekonomi nasional nya ke arah digital. Menyiapkan KLIA dengan konsep perencanaan perkotaan berbasis wilayah dengan titik sentral Bandara.

Dan sejak awal membangun pasar dengan giat mengikuti berbagai seminar, konvensi dan pameran industri aviasi, termasuk pre selling tiket jalur penerbangan dunia. Sistem logistik & jalur distribusi disiapkan secara menyeluruh, terintegrasi dan berbasis kewilayahan. Logistik melalui udara adalah masa depan.

Port to port nya yang biasanya menjadi biaya termahal diselesaikan dengan pengembangan kawasan industri, kawasan MICE, pemukiman di wilayah bandara. Konsep bandara harus di luar kota, dalam hal ini di Sepang, diubah secara dramatis oleh Najib Razak dengan dijadikan pusat tumbuh dalam strategi urban planning nya.

Jangan khawatir, industri aviasi pun teknologinya sudah berkembang dengan pesat. Kini industri ini menjadi salah satu industri teraman di dunia. Insentif-insentif diberikan kepada pelaku industri terutama dalam hal rintisan pengembangan jalur logistik kawasan Asia Tenggara.

Tak pelak lagi, Alibaba pun jatuh cinta kepada Malaysia. Karena kekuatan bisnis Alibaba yang mampu menggulingkan raksasa Amazon adalah kemampuan Jack Ma mengembangkan jalur distribusi & logistik yang sangat amat efisien. Memecah rantai panjang distribusi & logistik dari sistem konvensional. Menempatkan warehouse berbasis ke wilayahan, yang jelas kontrol dan monitoringnya dapat dilakukan kini dengan applikasi internet. Warehouse modern & jalur logistik yang efisien telah disediakan rumahnya oleh Pemerintah Malaysia.

Jadi menjadi pilihan yang sangat logis, rasional dan murah bagi Alibaba untuk menempatkan warehouse nya di Malaysia untuk emerging market yang sangat gemuk Asia Tenggara. Dengan perkembangan teknologi & dunia aviasi, keunggulan geografis dan tenaga kerja murah atau kawasan berikat industri dengan beragam insentif pajak tidak lagi menarik bagi industri. Harus dibangun sistem logistik dan jalur distribusi yang kompetitif. Dan ini, yang belum tersusun di Indonesia. Sampai hari ini dan tidak terbahas di paket-paket kebijakan ekonomi Presiden yang kini sudah sampai series XIV. Jadi, tak heran berbagai kebijakan pemerintah Indonesia terkait UMKM, industri kreatif dan perkembangan ekonomi digital di Indonesia keteteran dengan negara jiran. Karena semua sibuk dengan urusan tetek bengek kecil: umkm go digital, 1juta domain umkm, branding umkm, umkm naik kelas....sehingga abai membangun 'rumah' nya.
 

Analoginya, semua heboh memilih jenis, desain, warna keramik/marmer lantai sehingga lupa rumah pun belum di bangun. Kebijakan pemerintah 1juta domain UMKM bagi saya adalah kebijakan yang tidak rasional, tetapi ya memang populis dan wow effect nya tinggi. Secara komunikasi politik sangat eye catchy. Tetapi secara substasi, kita bagaikan mendorong pelaku UMKM behadapan langsung, head to head, tanpa proteksi di pasar bebas dengan industri raksasa yang segera saja dengan mudah menggilasnya.

Karena kunci bisnis sudah di rantai tengah untuk perebutan pasar. Bukan sekedar membangunkan market place, tetapi menarik traffic berkunjung ke market place tersebut membutuhkan effort yang lebih dan merupakan pekerjaan komunal melibatkan stake holders. Jika Pemerintah masih mau dianggap eksistensinya, ya mau tidak mau harus mengambil peranan aktif dalam emerging economy ini.

Perubahan pola regulasi dan peranan regulator sangat diperlukan. Kebijakan Pemerintah Malaysia hendaknya bisa kita pelajari. Aeropolis dan ekonomi digital menjadi dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan di era Internet of (every)Thing. Pengembangan kawasan wilayah agar konpetitif harus mampu mengintegrasikannya secara efektif. Dan harus dipahami bahwa pasar pun sudah berubah, premium customer sangat segmented, produk massal menjadi pilihan konsumen saat ini: yang cepat, yang murah, yang jelas penjualnya.

Dan aliran uang tidak mengenal nasionalisme, tetapi kualitas produk, sustainability & kesadaran lingkungan (kini mulai tumbuh).
IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis IoT, Ekonomi Digital dan Aeropolis

No comments:

Post a Comment